Perlombaan saat ini untuk membangun sistem AI yang semakin kuat didorong oleh asumsi bahwa lebih banyak data, lebih banyak daya komputasi, dan oleh karena itu algoritma yang lebih besar, akan selalu menghasilkan peningkatan substansial dalam kemampuan AI. Namun, semakin banyak penelitian dan tren yang muncul menunjukkan bahwa asumsi ini mungkin memiliki kelemahan, dan obsesi industri terhadap penskalaan dapat menimbulkan tantangan yang tidak terduga.

Mitos Perbaikan Abadi

Keyakinan luas bahwa model AI yang lebih besar akan secara konsisten menunjukkan kinerja yang lebih baik berasal dari keberhasilan penskalaan yang diamati di masa lalu. Kemajuan awal di bidang seperti pengenalan gambar dan pemrosesan bahasa alami memang didorong oleh kemampuan untuk melatih model masif pada kumpulan data yang sangat besar. Hal ini menghasilkan narasi – dan model bisnis – yang berpusat pada penskalaan.

Namun, temuan terbaru menunjukkan semakin berkurangnya keuntungan dan penurunan kinerja AI yang tidak terduga seiring dengan berkembangnya model. Fenomena ini, terkadang disebut sebagai “kebusukan otak”, menunjukkan bahwa peningkatan ukuran AI saja tidak menjamin peningkatan kemampuan. Memberi makan model dengan konten berkualitas rendah dan keterlibatan tinggi, seperti yang sering ditemukan di media sosial, sebenarnya dapat menurunkan keterampilan kognitif mereka.

Realitas “Brain Rot” dan Kualitas Data

Dampak kualitas data merupakan faktor penting dan sering diabaikan dalam pengembangan AI. Pesatnya peningkatan model AI seperti Doubao dari ByteDance menunjukkan bahwa desain yang ramah pengguna dan pengalaman menarik sering kali melebihi kekuatan komputasi mentah. Dalam kasus Doubao, aksesibilitas dan kemudahan penggunaannya berkontribusi terhadap popularitasnya, bahkan melampaui model yang lebih canggih seperti DeepSeek. Hal ini menggarisbawahi pentingnya memprioritaskan pengalaman pengguna dan aplikasi praktis dibandingkan hanya mengejar skala komputasi.

Selain itu, tren data model pemberian pakan yang dioptimalkan untuk keterlibatan – dibandingkan akurasi atau kedalaman – menyebabkan penurunan kemampuan mereka dalam berpikir dan memecahkan masalah yang kompleks. Hal ini analog dengan bagaimana manusia bisa menjadi kurang cerdas ketika terus-menerus dihadapkan pada konten yang dangkal dan sensasional.

Pendekatan Alternatif untuk Kemajuan AI

Keterbatasan dalam penskalaan model AI mendorong eksplorasi pendekatan alternatif.

  • Kolaborasi Sumber Terbuka: Menyadari potensi kelambanan Amerika Serikat dalam model AI sumber terbuka, perusahaan rintisan menganjurkan demokratisasi AI dengan mengizinkan siapa pun menjalankan pembelajaran penguatan. Hal ini mendorong inovasi kolaboratif dan mencegah beberapa pemain dominan mengendalikan perkembangan teknologi.
  • Fokus pada Inovasi Arsitektur: Daripada mengejar model yang lebih besar secara membabi buta, para peneliti justru mengeksplorasi arsitektur baru yang dapat mencapai performa lebih baik dengan parameter lebih sedikit. Extropic, misalnya, sedang mengembangkan chip yang dirancang untuk memproses probabilitas secara efisien, yang berpotensi menantang dominasi prosesor tradisional berbasis silikon dari perusahaan seperti Nvidia, AMD, dan Intel.
  • Mempertimbangkan Kembali Peran AI: Seperti yang ditunjukkan oleh tolok ukur agen AI, sistem AI saat ini masih jauh dari kemampuan manusia dalam mengotomatisasi tugas-tugas yang bernilai ekonomi. Hal ini memerlukan penilaian yang lebih realistis terhadap potensi AI dan fokus pada bidang-bidang yang dapat meningkatkan, bukan menggantikan, kecerdasan manusia.

Implikasi Jangka Panjang dan Jebakan “Enshittifikasi”.

Meningkatnya biaya pelatihan dan penerapan model AI yang semakin besar menimbulkan kekhawatiran mengenai keberlanjutan dan aksesibilitas jangka panjang. Selain itu, pengejaran keuntungan dan kekuasaan dapat menyebabkan platform AI jatuh ke dalam perangkap “enshittifikasi” – sebuah teori yang menyatakan bahwa platform yang awalnya bermanfaat bagi pengguna secara bertahap menurunkan kualitasnya untuk memaksimalkan keuntungan, yang pada akhirnya merugikan pengguna dan platform itu sendiri. Kebutuhan akan pedoman etika dan kerangka peraturan yang kuat menjadi semakin penting untuk mencegah skenario seperti itu.

Kesimpulannya, meskipun penskalaan model AI tidak diragukan lagi telah mendorong kemajuan yang signifikan, bukti menunjukkan bahwa upaya industri yang terus-menerus mengejar ukuran tidaklah berkelanjutan dan berpotensi kontraproduktif. Berfokus pada kualitas data, mendorong kolaborasi sumber terbuka, dan mengeksplorasi inovasi arsitektur sangat penting untuk mengungkap potensi sebenarnya dari AI dan menghindari konsekuensi yang mungkin timbul dari perluasan gelembung. Saatnya untuk mengalihkan pembicaraan dari sekedar “lebih besar lebih baik” dan menuju pendekatan pengembangan AI yang lebih bijaksana dan berkelanjutan